Hallo readers! Kalian pasti pernah mengkonsumsi tempe kan? Hmm, tapi kalo tempe dari bahan dasar kacang tanah sepertinya belum pernah. Disini penulis akan memaparkan sebuah makalah yang membahas tentang nugget dari tempe kacang tanah, termasuk pembuatan tempe dari kacang tanah dan pembuatan nugget. Makalah tersebut merupakan salah satu proyek kelompok dari mata kuliah Mikrobiologi Pangan. Selamat membaca!!!
Dennis
Destian (203136416077865), Junita
Magdasari (20313330467974), Nurzhafarina
Sajidah (203135172792032), Rifa
Fauziyyah (203136331931895), Titin (203132341866765)
Pada
penelitian ini dilakukan pembuatan tempe dari kacang tanah dengan berbagai
variasi perlakuan, dan inovasinya menjadi produk nugget. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi ragi, dan jenis bahan nugget terhadap kesukaan konsumen
dilihat dari aroma, penampakan, tekstur, dan rasa. Penelitian ini menggunakan
berbagai variasi perlakuan, yaitu konsentrasi ragi dan jenis bahan dasar
pembuatan nugget yaitu dari tempe kedelai, tempe kacang tanah, dan nugget ayam
(komersial). Uji sensori kesukaan dilakukan dengan dua tahap yaitu uji sensori
terhadap tempe goreng kacang tanah dilihat dari atribut aroma, penampakan, dan
tekstur. Sampel yang digunakan adalah tempe kacang tanah konsentrasi 1%, 2%,
dan tempe kedelai. Sedangkan untuk uji sensori nugget tempe, dilakukan dengan 3
sampel uji yaitu nugget tempe kedelai, nugget tempe kacang tanah, dan nugget ayam. Atribut pada uji sensori nugget
yang digunakan adalah aroma, rasa, dan tekstur.Pada nugget tempe kacang tanah terdapat
banyak hal yang harus diperhatikan seperti kemasan, tempat penyimpanan, dan
lain sebagainya. Nugget komersil pada umumnya dijual dari bahan dasar ayam dan
ikan dengan harga yang relatif cukup tinggi. Dengan adanya bahan dasar tempe kacang tanah,
diharapkan tempemenjadi alternatif peluang bahan dasar nugget.
Kata kunci : kacang tanah, kesukaan, nugget, peluang, tempe
1.1.
Latar Belakang
Beragai
jenis kacang-kacangan di Indonesia mengandung protein yang cukup tinggi dan
dapat diolah menjadi beragam
jenis produk makanan. Proses fermentasi dilakukan agar protein menjadi bermutu
tinggi dan mudah
dicerna. Bahan makanan yang difermentasi mempunyai keuntungan yaitu
protein, lemak, dan polisakarida yang dikandung dapat
dihidrolisis sehingga bahan pangan mempunyai daya cerna yang lebih tinggi.
Salah satu produk olahan kacang-kacangan yang sangat popular di masyarakat
yaitu tempe.
Dalam
menu makanan Indonesia tempe adalah bahan makanan lauk pauk nabati atau sebagai
sumber protein nabati. Pada umumnya tempe dibuat dari
bahan kedelai karena
kedelai mengandung protein
35%, bahkan pada varietas
unggul kadar proteinnya
mencapai 40%-43%. Namun, beberapa
tahun terakhir produksi kedelai Indonesia merosot sehingga belum mampu memenuhi
kebutuhan. Maka dirasa perlu mencari
alternative pemanfaatan kacang-kacangan selain kedelai untuk mengatasi
kekurangan bahan dasar pembuatan tempe. Balai
Besar Litbang Pascapanen Pertanian
(BB Pascapanen) melakukan penelitian
kemungkinan mengganti bahan
dasar tempe dengan kacang-kacangan lain.
Selain untuk menutup kekurangan produksi kedelai, juga agar kualitas
tempe lebih meningkat. Dalam hal ini, kedelai dan kacang-kacangan lain
merupakan sumber protein nabati yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia.
Salah
satu jenis kacang-kacangan yang cocok untuk dijadikan bahan dasar pembuatan
tempe adalah kacang tanah. Menurut hasil dari sebuah penelitian yang sudah dilakukan tempe yang
berbahan dasar kacang tanah memiliki kandungan lemak sebesar 36,1% lebih tinggi
daripada tempe kedelai yaitu 11,11%, demikian pula pada kadar proteinnya yaitu
22,22% pada tempe kacang tanah dan 21,63% pada tempe kedelai, sedangkan
kandungan asam fitat pada tempe kacang tanah 0,43% lebih rendah daripada kadar
asam fitat pada tempe kedelai yaitu 0,56%. Dengan kandungan asam fitat yang
rendah berarti proses penyerapan mineral terutama kalsium, magnesium, besi,
seng dan protein di dalam tubuh semakin lancar (Purwaningsih dan Yeyen, 2013).
Produk
nugget dalam kemasan biasanya terbuat dari bahan produk ayam dan ikan, belum
ditemukan kemasan nugget dari bahan dasar tempe terutama tempe kacang tanah.
Maka, pada penelitian ini dikaji mengenai inovasi tempe kacang tanah menjadi
sebuah nugget dan dibandingkan dengan nugget dari tempe kedelai dan nugget ayam
dan juga dilihat dari efesiensi biaya produksi. Berdasarkan uraian diatas, maka
diharapkan dapat memperoleh medium, konsentrasi ragi dan jenis ragi yang tepat
sehingga menghasilkan nugget tempe kacang tanah yang aman dikonsumsi dan dapat
diterima oleh konsumen.
11. Bagaimana pengaruh konsentrasi
ragi terhadap karakteristik tempe kacang tanah?
g2. Bagaimana pengaruh jenis bahan
dasar nugget terhadap kesukaan uji sensori?
33. Bagaimana pengaruh kemasan
terhadap umur simpan nugget tempe kacang tanah?
44. Bagaimana peluang usaha nugget
tempe kacang tanah?
11. Menganalisis pengaruh konsentrasi
ragi tempe terhadap karakteristik tempe dan nugget kacang tanah.
22. Menganalisis pengaruh jenis bahan
terhadap kesukaan produk nugget.
33. Menganalisis
pengaruh kemasan terhadap umur simpan nugget tempe kacang tanah.
44. Mengidentifikasi peluang usaha tempe
kacang tanah sebagai produk nugget.
2.1. Sejarah Tempe
Tempe
merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di Indonesia. Tempe
dibuat dengan cara fermentasi atau peragian. Pembuatannya merupakan industri
rakyat sehingga hampir setiap orang dapat dikatakan mampu membuat tempe sendiri
(Sarwono, 2002). Di Indonesia tempe diolah dengan proses fermentasi kedelai
dalam waktu tertentu menggunakan jamur Rhizopus sp. Ciri tempe secara umum
yaitu berwarna putih karena pertumbuhan miselia-miselia jamur yang
menghubungkan antar biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur tempe yang
kompak (Supriono, 2003).
Kata
tempe diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat
makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar
yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan tumpi tersebut.
Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus
bahasa Jawa-Belanda. Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali
semasa era “Tanam Paksa” di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa
menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber
pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin
diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu
koji kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik
pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran
masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air (Sayrief dkk,
1999).
Dalam
Bab 3 dan Bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 (Serat
Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah ditemukan kata “tempe”,
misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis makanan
tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Hal ini dan catatan sejarah
lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai
hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa, mungkin dikembangkan
di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-16.
Pada
akhir 1960-an dan awal 1970-an terjadi sejumlah perubahan dalam pembuatan tempe
di Indonesia. Plastik (polietilen) mulai menggantikan daun pisang untuk
membungkus tempe. Ragi berbasis tepung diproduksi mulai 1976 oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia dan banyak digunakan oleh Koperasi Produsen Tempe Tahu
(Kopti), mulai menggantikan laru (bubuk ragi) tradisional, dan kedelai impor
mulai menggantikan kedelai lokal. Produksi tempe meningkat dan industrinya
mulai dimodernisasi pada tahun 1980-an, sebagian berkat peran Kopti yang
berdiri pada 11 Maret 1979 di Jakarta dan pada tahun 1983 telah beranggotakan
lebih dari 28.000 produsen tempe dan tahu (Astuti, 1999).
Standar teknis untuk tempe telah
ditetapkan dalam Standard National Indonesia (SNI) dan yang berlaku sejak 9
October 2009 ialah SNI 3144:2009. Dalam standard tersebut, tempe kedelai
didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan
menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih
sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe (SNI, 2009).
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) secara ekonomi merupakan
tanaman kacang-kacangan yang menduduki
urutan kedua setelah
kedelai. Kacang tanah berpotensi
untuk dikembangkan karena
memiliki nilai ekonomi
tinggi dan peluang pasar dalam
negeri yang cukup besar. Pengolahan biji kacang tanah dapat digunakan
untuk pangan dalam bentuk
sayur, digoreng atau direbus, dan
sebagai bahan baku industri
seperti keju, sabun dan minyak,
serta brangkasannya untuk pakan ternak dan pupuk (Marzuki, 2007).
Sumber
: http://bpptepus.gunungkidulkab.go.id
Klasifikasi tanaman kacang tanah secara taksonomi adalah
seperti di bawah ini (Pitojo, 2005):
Divisi :
Spermatophyta
Subdivisi :
Angiospermae
Kelas :
Dicotyledonae
Ordo :
Rosales
Famili :
Papilionaceae
Genus :
Arachis
Spesies : Arachis hypogaea
Subspesies : fastigata, hypogaea
Manfaat kacang tanah
untuk kehidupan manusia
sudah dikenal oleh masyarakat hampir
seluruh dunia. Sebagai bahan konsumsi
kacang tanah diolah
dalam berbagai bentuk
makanan seperti kue-kue, cemilan,
atau hasil olahan
lain. Di Indonesia kacang
tanah memiliki beberapa nama
antara lain kacang
cina, kacang brol,
dan kacang brudal (Andrianto dan Indarto, 2004).
Perbandingan kandungan gizi biji kacang tanah dengan kacang-kacangan lain dapat
dilihat berikut:
No
|
Analisa Nutrisi
|
Kacang Tanah
|
Kedelai Gude
|
Kacang Hijau
|
1.
|
Kalori
(Kal)
|
525
|
381
|
316
|
2.
|
Protein
(gram)
|
27,9
|
40,0
|
20,7
|
3.
|
Lemak
(gram)
|
42,7
|
16,7
|
1,0
|
4.
|
Air
(gram)
|
9,6
|
12,7
|
16,1
|
Sumber : Muchtadi, 2003
2.3.
Fermentasi
Fermentasi merupakan
proses perombakan makromolekul (karbohidrat dan
protein) tanpa memerlukan
oksigen, atau dapat
pula disebut respirasi anaerob. Teknologi fermentasi merupakan suatu
cara yang dapat memperbaiki
nilai gizi bahan
makanan menjadi makanan yang
berkualitas baik karena
rasa, aroma, tekstur,
daya cerna, dan daya simpannya lebih baik dari bahan
asalnya (Kholis et al., 2010). Melalui
proses fermentasi, komponen-komponen nutrisi yang
kompleks pada kedelai
dicerna oleh kapang
dengan reaksi enzimatis dan
dihasilkan senyawa-senyawa yang
lebih sederhana (Cahyadi, 2006).
Melalui
proses fermentasi protein yang ada dalam berbagai kacang-kacangan menjadi
bermutu tinggi dan mudah dicerna. Karena adanya peran kapang makanan dan
minuman hasil fermentasi mempunyai rasa dan aroma yang khas, misalnya peran
Rhizopus oryzae, R. arrhizus,
R. micriporus var. oligoporus,
pada aneka tempe
(tempe kedelai, benguk, ampas
kacang tanah), Neurosporus intermedia pada
fermentasi oncom, Rhizopus oryzae
pada tauco, Aspergilus
oryzae pada pembuatan
kecap, dan Saccharomyces cerevisiae pada aneka cider buah-buahan
(Gandjar, 2006).
2.4. Mikroba
Pada
pembuatan tempe, terjadi proses fermentasi selama pemeraman dengan bantuan
kapang. Kapang yang berperan pada proses pembuatan tempe adalah Rhizopus sp.
dengan spesies Rhizopus oligosporus, Rhizopus stolonifer, dan Rhizopus oryzae.
Kapang ini bersifat mikroaerofil, karena selama proses fermentasi memerlukan
kadar oksigen yang cukup untuk pertumbuhannya. Apabila pada proses fermentasi kekurangan
oksigen, maka pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasi menjadi
berjalan tidak lancar. Oksigen yang terlalu banyak juga dapat menyebabkan
metabolisme kapang menjadi terlalu cepat dan suhunya menjadi naik, sehingga
pertumbuhan kapang menjadi terhambat. Rhyzopus sp. tumbuh baik pada suhu
37˚-49°C dengan pH 4.3-4.5. Baik suhu maupun pH yang telalu rendah ataupun
tinggi dapat merusak aktivitas kerja
kapang Rhizopus sp. (Kusharyanto & Agus, 1995).
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi pembuatan tempe,
diantaranya adalah waktu, suhu, pH, inokulum (starter), dan oksigen. Menurut
Kasmidjo (1990), apabila proses fermentasi berlangsung terlalu lama dapat
menyebabkan terjadinya degradasi protein, sehingga akan terbentuk amonia dan
peningkatan pH. Shurtleff dan Aoyagi (1979) menambahkan bahwa jika waktu
fermentasinya kurang maka tempe yang terbentuk strukturnya menjadi tidak padat,
warnya tidak putih ke abu-abuan, dan aromanya tidak berbau khas tempe.
Pertumbuhan kapang akan menjadi terhambat apabila pH menjadi naik karena
banyaknya jumlah bakteri yang tumbuh di pH tersebut. Begitu pula dengan suhu,
jika suhunya terlalu tinggi, maka pertumbuhan kapang bisa terhambat. Inokulum
atau ragi tempe yang mengandung spesies Rhyzopus sp. yang unggul dapat
menghasilkan jenis tempe yang berkualitas.
Fermentasi
pada tempe terjadi dua tahapan, yaitu pada saat perendaman oleh bakteri asam
laktat dan pada saat pemeraman yaitu fermentasi oleh kapang. Suhu inkubasi
selama proses fermentasi
tempe berkisar antara 25˚C-30˚C,
dengan kelembaban relatif (RH)
70%-85% selama 24-48 jam (Shurtleff and
Aoyagi, 1979).
Pada
proses perendaman terjadi proses fermentasi, karena beberapa mikroorganimse
khususnya bakteri asam laktat tumbuh di dalam air rendaman. Mikroorganisme yang
tumbuh di antaranya Lactobacillus casei, bakteri asam laktat dari
enterococci, staphylococci, streptococci,
bacilli, Enterobacter, dan
Klebsiella. Mikroorganisme tersebut akan berdifusi keluar dari biji
kemudiam larut dalam air. Selama proses perendaman, mikroorganisme yang
mengalami pertumbuhan banyak adalah Lactobacilli, Enterococci, dan Streptococci
dan senyawa yang banyak terbentuk adalah asam laktat, sehingga pH air rendaman mengalami
penurunan hingga 4.5-5.0. Penurunan pH tersebut mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan bakteri patogen seperti Bacillus dan Enterobacter yang mengganggu
proses fermentasi tempe (Mujianto, 2013).
Berikut
merupakan reaksi fermentasi asam laktat :
|
Energi
yang terbentuk dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat adalah 2 ATP, yaitu
8 ATP — 2 NADH2 = 8 - 2(3 ATP) = 2 ATP (Poedjiadi,1994).
Pada
proses perebusan dan perendaman tempe juga terjadi penurunan kadar asam fitat
dan tannin yang cukup besar tergantung jenis kacangnya. Penurunan asam fitat
terjadi karena terjadi hidrolisis asam fitat oleh enzim fitase, dan adanya
difusi asam fitat ke dalam air karena sifatnya yang larut air. Sedangkan
penurunan tannin disebabkan oleh adanya difusi biji ke dalam air perebusan dan
perendaman. Pada proses fermentasi, kadar asam fitat akan semakin menurun
seiring lamanya fermentasi. Hal tersebut karena kapang dapat menghidrolisis
asam fitat menjadi senyawa lain. Berbeda halnya dengan asam fitat, kadar tannin
mengalami peningkatan seiring dengan lamanya waktu fermentasi karena adanya
senyawa tannin yang dilepaskan oleh enzim pada tempe (Almasyhuri, dkk., 1990).
Pada
saat pemeraman (inkubasi) terjadi proses fermentasi tempe oleh kapang. Selama
proses fermentasi, pertumbuhan kapang akan semakin meningkat seiring dengan
lamanya fermentasi. Meningkatnya jumlah kapang tersebut mengakibatkan
terbentuknya senyawa antibakteri yang dihasilkan, salah satunya glikoprotein
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Selain glikoprotein,
kandungan isoflavon pada tempe juga mengalami peningkatan. Namun apabila suhu
tempe yang dihasilkan melebihi 30˚C, maka pertumbuhan jamur maupun bakteri akan
terhambat sehingga kandungan isoflavonpun akan menurun (Bintari, 2008). Menurut
Kustyawati (2009), isoflavon pada tempe merupakan bentuk dari aglikon
genestein, daizdein, dan glisitein karena telah mengalami hidrolisis selama
fermentasi. Tempe mengandung berbagai jenis vitamin B, antara lain, B1
(tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat, B6 (piridoksin),
dan B12 (sianokobalamin). Pada proses fermentasi juga terjadi hidrolisis
protein oleh enzim protease menjadi menjadi asam amino bebas, namun apabila
substrat proteinnya habis maka akan terbentuk amonia yang menyebabkan aroma
yang tajam. Selama proses fermentasi, aktivitas enzim protease akan terus
meningkat, sehingga jika fermentasi yang dilakukan terlalu lama maka akan
terbentuk senyawa amonia yang semakin tajam (Karmini, Mien dkk., 1996).
A.
Metode
Penelitian Tempe Kacang Tanah dan Nugget
3.1.Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian
dilakukan di salah satu rumah mahasiswa di kawasan Tangerang.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2.1. Alat Pada Pembuatan Tempe
No.
|
Alat
|
Jumlah
|
1.
|
Baskom
|
2
|
2.
|
Kompor
|
1
|
3.
|
Dandang
|
1
|
4.
|
Panci
|
1
|
5.
|
Saringan
|
1
|
6.
|
Ember
|
2
|
7.
|
Timbangan
|
1
|
8.
|
Sendok
|
2
|
9.
|
Plastik biasa
|
1 bungkus
|
12.
|
Lidi
|
Secukupnya
|
Tabel 3.2.2. Bahan Pada Pembuatan Tempe
No.
|
Bahan
|
Jumlah
|
1.
|
Kacang tanah yang
telah dikupas
|
1 kg
|
2.
|
Air
|
5 liter
|
3.
|
Ragi tempe Raprima
|
3 g
|
Tabel 3.2.3. Alat Pada Pembuatan Nugget Tempe Kacang Tanah
No.
|
Alat
|
Jumlah
|
1.
|
Baskom
|
1
|
2.
|
Kompor
|
1
|
3.
|
Dandang
|
1
|
4.
|
Timbangan
|
1
|
5.
|
Sendok
|
2
|
6.
|
Pisau
|
1
|
7.
|
Talenan
|
1
|
8.
|
Blender
|
1
|
Tabel 3.2.4. Bahan Pada Pembuatan Nugget
Tempe Kacng Tanah
No.
|
Bahan
|
Jumlah
|
1.
|
Tempe Kacang Tanah
|
250 g
|
2.
|
Telur
|
2 butir
|
3.
|
Tepung Pamir
|
100 g
|
4.
|
Tepung Kanji
|
100 g
|
5.
|
Lada Bubuk
|
7 gram
|
6.
|
Bawang Merah
|
4 siung
|
7.
|
Bawang Putih
|
3 sung
|
8.
|
Royco
|
7 gram
|
9.
|
Sasa
|
0,2 gram
|
10.
|
Platik
|
1 pack
|
Parameter
|
Perlakuan
|
|
Konsentrasi Ragi
|
1 gram
|
2 gram
|
3.4. Proses Pembuatan Tempe Kacang Tanah
3.5 Alat dan Bahan Pembuatan Nugget
Tabel 3.3. Alat
Pada Pembuatan Nugget Tempe Kacang Tanah
No.
|
Alat
|
Jumlah
|
1.
|
Baskom
|
1
|
2.
|
Kompor
|
1
|
3.
|
Dandang
|
1
|
4.
|
Timbangan
|
1
|
5.
|
Sendok
|
2
|
6.
|
Pisau
|
1
|
7.
|
Talenan
|
1
|
8.
|
Blender
|
1
|
Tabel 4.3. Bahan Pada Pembuatan Nugget
Tempe Kacng Tanah
No.
|
Bahan
|
Jumlah
|
1.
|
Tempe Kacang Tanah
|
250 g
|
2.
|
Telur
|
2 butir
|
3.
|
Tepung Pamir
|
100 g
|
4.
|
Tepung Kanji
|
100 g
|
5.
|
Lada Bubuk
|
7 gram
|
6.
|
Bawang Merah
|
4 siung
|
7.
|
Bawang Putih
|
3 sung
|
8.
|
Penyedap rasa
|
7 gram
|
9.
|
Sasa
|
0,2 gram
|
10.
|
Platik
|
1 pack
|
3.6.
Proses
Pembuatan Nugget Tempe Kacang Tanah
B.
Metode
Penelitian Uji Sensori
Pada uji
sensori
yang dilakukan metode yang digunakan adalah uji
kesukaan. Jumlah panelis sebanyak 32 orang, tempat yang digunakan adalah
Laboratorium Teknologi Pangan di Surya University. Tujuannya untuk mengetahui
tingkat kesukaan masyarakat terhadap produk tempe kacang tanah dan nugget tempe
kacang tanah.
3.2. Alat dan Bahan Uji Sensori
Alat
- Kuesioner
- Cawan plastik
- Nampan
- Pena
Bahan
·
Tempe
goreng:
o
Kode
205 : Tempe kacang tanah (konsentrasi ragi 1%)
o
Kode
147 : Tempe kacang tanah (konsentrasi ragi 2%)
o
Kode
155 : Tempe kedelai komersil
·
Nugget
o
Kode
118 : Nugget tempe kacang tanah (konsentrasi ragi 2%)
o
Kode
248 : Nugget tempe kedelai komersil
o
Kode
029 : Nugget ayam komersil
Keterangan :
Skala hedonik
|
Skala numerik
|
Amat sangat suka
|
7
|
Sangat suka
|
6
|
Suka
|
5
|
Agak suka
|
4
|
Agak tidak suka
|
3
|
Tidak suka
|
2
|
Sangat tidak suka
|
1
|
Link Video:
Apakah readers masih bingung bagaimana caranya membuat tempe kacang tanah? Berikut video tentang proses pembuatan tempe kacang tanah. Jangan lupa like dan share ya!! Semoga bermanfaat.
Link: https://www.youtube.com/watch?v=KHK875nLpn4&feature=youtu.be