Rabu, 04 Mei 2016

Inovasi Nugget: Nugget Tempe Kacang Tanah


      Hallo readers! Kalian pasti pernah mengkonsumsi tempe kan? Hmm, tapi kalo tempe dari bahan dasar kacang tanah sepertinya belum pernah. Disini penulis akan memaparkan sebuah makalah yang membahas tentang nugget dari tempe kacang tanah, termasuk pembuatan tempe dari kacang tanah dan pembuatan nugget. Makalah tersebut merupakan salah satu proyek kelompok dari mata kuliah Mikrobiologi Pangan. Selamat membaca!!!
  




Dennis Destian (203136416077865), Junita Magdasari (20313330467974), Nurzhafarina Sajidah (203135172792032), Rifa Fauziyyah (203136331931895), Titin (203132341866765)

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan tempe dari kacang tanah dengan berbagai variasi perlakuan, dan inovasinya menjadi produk nugget. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ragi, dan jenis bahan nugget terhadap kesukaan konsumen dilihat dari aroma, penampakan, tekstur, dan rasa. Penelitian ini menggunakan berbagai variasi perlakuan, yaitu konsentrasi ragi dan jenis bahan dasar pembuatan nugget yaitu dari tempe kedelai, tempe kacang tanah, dan nugget ayam (komersial). Uji sensori kesukaan dilakukan dengan dua tahap yaitu uji sensori terhadap tempe goreng kacang tanah dilihat dari atribut aroma, penampakan, dan tekstur. Sampel yang digunakan adalah tempe kacang tanah konsentrasi 1%, 2%, dan tempe kedelai. Sedangkan untuk uji sensori nugget tempe, dilakukan dengan 3 sampel uji yaitu nugget tempe kedelai, nugget tempe kacang tanah, dan  nugget ayam. Atribut pada uji sensori nugget yang digunakan adalah aroma, rasa, dan tekstur.Pada nugget tempe kacang tanah terdapat banyak hal yang harus diperhatikan seperti kemasan, tempat penyimpanan, dan lain sebagainya. Nugget komersil pada umumnya dijual dari bahan dasar ayam dan ikan dengan harga yang relatif cukup tinggi.  Dengan adanya bahan dasar tempe kacang tanah, diharapkan tempemenjadi alternatif peluang bahan dasar nugget.
Kata kunci : kacang tanah, kesukaan, nugget, peluang, tempe






1.1.             Latar Belakang
Beragai jenis kacang-kacangan di Indonesia mengandung protein yang cukup tinggi dan dapat diolah  menjadi  beragam  jenis  produk makanan.  Proses fermentasi dilakukan agar protein menjadi  bermutu  tinggi  dan  mudah  dicerna. Bahan makanan yang difermentasi mempunyai keuntungan yaitu protein, lemak,  dan  polisakarida yang dikandung dapat dihidrolisis sehingga bahan pangan mempunyai daya cerna yang lebih tinggi. Salah satu produk olahan kacang-kacangan yang sangat popular di masyarakat yaitu tempe.
Dalam menu makanan Indonesia tempe adalah bahan makanan lauk pauk nabati atau sebagai sumber protein nabati. Pada umumnya tempe dibuat  dari  bahan  kedelai  karena  kedelai  mengandung  protein  35%, bahkan  pada  varietas  unggul  kadar  proteinnya  mencapai  40%-43%. Namun, beberapa tahun terakhir produksi kedelai Indonesia merosot sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan.  Maka dirasa perlu mencari alternative pemanfaatan kacang-kacangan selain kedelai untuk mengatasi kekurangan bahan dasar pembuatan tempe. Balai  Besar Litbang  Pascapanen  Pertanian  (BB  Pascapanen) melakukan  penelitian  kemungkinan  mengganti  bahan  dasar  tempe dengan  kacang-kacangan  lain.  Selain untuk menutup kekurangan produksi kedelai, juga agar kualitas tempe lebih meningkat. Dalam hal ini, kedelai dan kacang-kacangan lain merupakan sumber protein nabati yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia.
Salah satu jenis kacang-kacangan yang cocok untuk dijadikan bahan dasar pembuatan tempe adalah kacang tanah. Menurut hasil dari sebuah  penelitian yang sudah dilakukan tempe yang berbahan dasar kacang tanah memiliki kandungan lemak sebesar 36,1% lebih tinggi daripada tempe kedelai yaitu 11,11%, demikian pula pada kadar proteinnya yaitu 22,22% pada tempe kacang tanah dan 21,63% pada tempe kedelai, sedangkan kandungan asam fitat pada tempe kacang tanah 0,43% lebih rendah daripada kadar asam fitat pada tempe kedelai yaitu 0,56%. Dengan kandungan asam fitat yang rendah berarti proses penyerapan mineral terutama kalsium, magnesium, besi, seng dan protein di dalam tubuh semakin lancar (Purwaningsih dan Yeyen, 2013).
Produk nugget dalam kemasan biasanya terbuat dari bahan produk ayam dan ikan, belum ditemukan kemasan nugget dari bahan dasar tempe terutama tempe kacang tanah. Maka, pada penelitian ini dikaji mengenai inovasi tempe kacang tanah menjadi sebuah nugget dan dibandingkan dengan nugget dari tempe kedelai dan nugget ayam dan juga dilihat dari efesiensi biaya produksi. Berdasarkan uraian diatas, maka diharapkan dapat memperoleh medium, konsentrasi ragi dan jenis ragi yang tepat sehingga menghasilkan nugget tempe kacang tanah yang aman dikonsumsi dan dapat diterima oleh konsumen. 

11. Bagaimana pengaruh konsentrasi ragi terhadap karakteristik tempe kacang tanah?
g2. Bagaimana pengaruh jenis bahan dasar nugget terhadap kesukaan uji sensori?
33. Bagaimana pengaruh kemasan terhadap umur simpan nugget tempe kacang tanah?
44.  Bagaimana peluang usaha nugget tempe kacang tanah?

11. Menganalisis pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap karakteristik tempe dan nugget kacang tanah.
22. Menganalisis pengaruh jenis bahan terhadap kesukaan produk nugget.
33. Menganalisis pengaruh kemasan terhadap umur simpan nugget tempe kacang tanah.
44. Mengidentifikasi peluang usaha tempe kacang tanah sebagai produk nugget.



Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di Indonesia. Tempe dibuat dengan cara fermentasi atau peragian. Pembuatannya merupakan industri rakyat sehingga hampir setiap orang dapat dikatakan mampu membuat tempe sendiri (Sarwono, 2002). Di Indonesia tempe diolah dengan proses fermentasi kedelai dalam waktu tertentu menggunakan jamur Rhizopus sp. Ciri tempe secara umum yaitu berwarna putih karena pertumbuhan miselia-miselia jamur yang menghubungkan antar biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur tempe yang kompak (Supriono, 2003).
Kata tempe diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan tumpi tersebut. Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era “Tanam Paksa” di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air (Sayrief dkk, 1999).
Dalam Bab 3 dan Bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 (Serat Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah ditemukan kata “tempe”, misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis makanan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Hal ini dan catatan sejarah lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa, mungkin dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-16.
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an terjadi sejumlah perubahan dalam pembuatan tempe di Indonesia. Plastik (polietilen) mulai menggantikan daun pisang untuk membungkus tempe. Ragi berbasis tepung diproduksi mulai 1976 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan banyak digunakan oleh Koperasi Produsen Tempe Tahu (Kopti), mulai menggantikan laru (bubuk ragi) tradisional, dan kedelai impor mulai menggantikan kedelai lokal. Produksi tempe meningkat dan industrinya mulai dimodernisasi pada tahun 1980-an, sebagian berkat peran Kopti yang berdiri pada 11 Maret 1979 di Jakarta dan pada tahun 1983 telah beranggotakan lebih dari 28.000 produsen tempe dan tahu (Astuti, 1999).
Standar teknis untuk tempe telah ditetapkan dalam Standard National Indonesia (SNI) dan yang berlaku sejak 9 October 2009 ialah SNI 3144:2009. Dalam standard tersebut, tempe kedelai didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe (SNI, 2009).

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) secara ekonomi merupakan tanaman kacang-kacangan  yang  menduduki  urutan  kedua  setelah  kedelai. Kacang tanah berpotensi  untuk  dikembangkan  karena  memiliki  nilai  ekonomi  tinggi  dan peluang pasar dalam negeri yang cukup besar. Pengolahan biji kacang tanah dapat digunakan untuk  pangan  dalam bentuk  sayur, digoreng atau direbus, dan  sebagai bahan baku industri  seperti keju, sabun dan minyak, serta brangkasannya untuk pakan ternak dan pupuk (Marzuki, 2007).

Gambar 1.2 Biji Kacang Tanah


Klasifikasi tanaman kacang tanah secara taksonomi adalah seperti di bawah ini (Pitojo, 2005):
Divisi               : Spermatophyta
Subdivisi          : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Ordo                : Rosales
Famili              : Papilionaceae
Genus              : Arachis
Spesies             : Arachis hypogaea
Subspesies       : fastigata, hypogaea 

Manfaat  kacang  tanah  untuk  kehidupan  manusia  sudah  dikenal  oleh masyarakat  hampir  seluruh  dunia. Sebagai bahan  konsumsi  kacang  tanah  diolah  dalam  berbagai  bentuk  makanan  seperti kue-kue,  cemilan,  atau  hasil  olahan  lain. Di  Indonesia  kacang  tanah  memiliki beberapa  nama  antara  lain  kacang  cina,  kacang  brol,  dan  kacang  brudal (Andrianto dan Indarto, 2004). Perbandingan kandungan gizi biji kacang tanah dengan kacang-kacangan lain dapat dilihat berikut:


Tabel 1.2.  Kandungan  Nutrisi  Pada  Kacang  

No
Analisa Nutrisi
Kacang Tanah
Kedelai Gude
Kacang Hijau
1.
Kalori (Kal)
525
381
316
2.
Protein (gram)
27,9
40,0
20,7
3.
Lemak (gram)
42,7
16,7
1,0
4.
Air (gram)
9,6
12,7
16,1






Sumber : Muchtadi, 2003


2.3. Fermentasi
Fermentasi  merupakan  proses  perombakan  makromolekul (karbohidrat  dan  protein)  tanpa  memerlukan  oksigen,  atau  dapat  pula disebut respirasi anaerob. Teknologi fermentasi merupakan suatu cara yang  dapat  memperbaiki  nilai  gizi  bahan  makanan  menjadi  makanan yang  berkualitas  baik  karena  rasa,  aroma,  tekstur,  daya  cerna,  dan daya simpannya lebih baik dari bahan asalnya (Kholis et al., 2010). Melalui  proses  fermentasi,  komponen-komponen  nutrisi yang  kompleks  pada  kedelai  dicerna  oleh  kapang  dengan reaksi  enzimatis  dan  dihasilkan  senyawa-senyawa  yang  lebih sederhana (Cahyadi, 2006).
Melalui proses fermentasi protein yang ada dalam berbagai kacang-kacangan menjadi bermutu tinggi dan mudah dicerna. Karena adanya peran kapang makanan dan minuman hasil fermentasi mempunyai rasa dan aroma yang khas, misalnya peran Rhizopus oryzae,  R.  arrhizus,  R. micriporus  var.  oligoporus,  pada  aneka  tempe  (tempe kedelai,  benguk, ampas kacang tanah), Neurosporus intermedia pada  fermentasi oncom,  Rhizopus  oryzae  pada  tauco,  Aspergilus  oryzae  pada  pembuatan  kecap, dan Saccharomyces cerevisiae pada aneka cider buah-buahan (Gandjar, 2006).

2.4. Mikroba

Pada pembuatan tempe, terjadi proses fermentasi selama pemeraman dengan bantuan kapang. Kapang yang berperan pada proses pembuatan tempe adalah Rhizopus sp. dengan spesies Rhizopus oligosporus, Rhizopus stolonifer, dan Rhizopus oryzae. Kapang ini bersifat mikroaerofil, karena selama proses fermentasi memerlukan kadar oksigen yang cukup untuk pertumbuhannya. Apabila pada proses fermentasi kekurangan oksigen, maka pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasi menjadi berjalan tidak lancar. Oksigen yang terlalu banyak juga dapat menyebabkan metabolisme kapang menjadi terlalu cepat dan suhunya menjadi naik, sehingga pertumbuhan kapang menjadi terhambat. Rhyzopus sp. tumbuh baik pada suhu 37˚-49°C dengan pH 4.3-4.5. Baik suhu maupun pH yang telalu rendah ataupun tinggi  dapat merusak aktivitas kerja kapang Rhizopus sp. (Kusharyanto & Agus, 1995).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi pembuatan tempe, diantaranya adalah waktu, suhu, pH, inokulum (starter), dan oksigen. Menurut Kasmidjo (1990), apabila proses fermentasi berlangsung terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya degradasi protein, sehingga akan terbentuk amonia dan peningkatan pH. Shurtleff dan Aoyagi (1979) menambahkan bahwa jika waktu fermentasinya kurang maka tempe yang terbentuk strukturnya menjadi tidak padat, warnya tidak putih ke abu-abuan, dan aromanya tidak berbau khas tempe. Pertumbuhan kapang akan menjadi terhambat apabila pH menjadi naik karena banyaknya jumlah bakteri yang tumbuh di pH tersebut. Begitu pula dengan suhu, jika suhunya terlalu tinggi, maka pertumbuhan kapang bisa terhambat. Inokulum atau ragi tempe yang mengandung spesies Rhyzopus sp. yang unggul dapat menghasilkan jenis tempe yang berkualitas.


Fermentasi pada tempe terjadi dua tahapan, yaitu pada saat perendaman oleh bakteri asam laktat dan pada saat pemeraman yaitu fermentasi oleh kapang. Suhu  inkubasi  selama  proses  fermentasi  tempe berkisar  antara  25˚C-30˚C,  dengan  kelembaban relatif (RH) 70%-85% selama 24-48  jam (Shurtleff and Aoyagi, 1979).
Pada proses perendaman terjadi proses fermentasi, karena beberapa mikroorganimse khususnya bakteri asam laktat tumbuh di dalam air rendaman. Mikroorganisme yang tumbuh di antaranya Lactobacillus casei, bakteri asam laktat dari enterococci,  staphylococci,  streptococci,  bacilli, Enterobacter, dan  Klebsiella. Mikroorganisme tersebut akan berdifusi keluar dari biji kemudiam larut dalam air. Selama proses perendaman, mikroorganisme yang mengalami pertumbuhan banyak adalah Lactobacilli, Enterococci, dan Streptococci dan senyawa yang banyak terbentuk adalah asam laktat, sehingga pH air rendaman mengalami penurunan hingga 4.5-5.0. Penurunan pH tersebut mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan bakteri patogen seperti Bacillus dan Enterobacter yang mengganggu proses fermentasi tempe (Mujianto, 2013).

Berikut merupakan reaksi fermentasi asam laktat :



Energi yang terbentuk dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat adalah 2 ATP, yaitu 8 ATP — 2 NADH2 = 8 - 2(3 ATP) = 2 ATP (Poedjiadi,1994).

Pada proses perebusan dan perendaman tempe juga terjadi penurunan kadar asam fitat dan tannin yang cukup besar tergantung jenis kacangnya. Penurunan asam fitat terjadi karena terjadi hidrolisis asam fitat oleh enzim fitase, dan adanya difusi asam fitat ke dalam air karena sifatnya yang larut air. Sedangkan penurunan tannin disebabkan oleh adanya difusi biji ke dalam air perebusan dan perendaman. Pada proses fermentasi, kadar asam fitat akan semakin menurun seiring lamanya fermentasi. Hal tersebut karena kapang dapat menghidrolisis asam fitat menjadi senyawa lain. Berbeda halnya dengan asam fitat, kadar tannin mengalami peningkatan seiring dengan lamanya waktu fermentasi karena adanya senyawa tannin yang dilepaskan oleh enzim pada tempe (Almasyhuri, dkk., 1990).
Pada saat pemeraman (inkubasi) terjadi proses fermentasi tempe oleh kapang. Selama proses fermentasi, pertumbuhan kapang akan semakin meningkat seiring dengan lamanya fermentasi. Meningkatnya jumlah kapang tersebut mengakibatkan terbentuknya senyawa antibakteri yang dihasilkan, salah satunya glikoprotein yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Selain glikoprotein, kandungan isoflavon pada tempe juga mengalami peningkatan. Namun apabila suhu tempe yang dihasilkan melebihi 30˚C, maka pertumbuhan jamur maupun bakteri akan terhambat sehingga kandungan isoflavonpun akan menurun (Bintari, 2008). Menurut Kustyawati (2009), isoflavon pada tempe merupakan bentuk dari aglikon genestein, daizdein, dan glisitein karena telah mengalami hidrolisis selama fermentasi. Tempe mengandung berbagai jenis vitamin B, antara lain, B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat, B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Pada proses fermentasi juga terjadi hidrolisis protein oleh enzim protease menjadi menjadi asam amino bebas, namun apabila substrat proteinnya habis maka akan terbentuk amonia yang menyebabkan aroma yang tajam. Selama proses fermentasi, aktivitas enzim protease akan terus meningkat, sehingga jika fermentasi yang dilakukan terlalu lama maka akan terbentuk senyawa amonia yang semakin tajam (Karmini, Mien dkk., 1996).
 



A.     Metode Penelitian Tempe Kacang Tanah dan Nugget

3.1.Lokasi Dan Waktu Penelitian
 Penelitian dilakukan di salah satu rumah mahasiswa di kawasan Tangerang.

3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2.1. Alat Pada Pembuatan Tempe
No.
Alat
Jumlah
1.
Baskom
2
2.
Kompor
1
3.
Dandang
1
4.
Panci
1
5.
Saringan
1
6.
Ember
2
7.
Timbangan
1
8.
Sendok
2
9.
Plastik biasa
1 bungkus
12.
Lidi
Secukupnya

Tabel 3.2.2. Bahan Pada Pembuatan Tempe
No.
Bahan
Jumlah
1.
Kacang tanah yang telah dikupas
1 kg
2.
Air
5 liter
3.
Ragi tempe Raprima
3 g

Tabel 3.2.3. Alat Pada Pembuatan Nugget Tempe Kacang Tanah
No.
Alat
Jumlah
1.
Baskom
1
2.
Kompor
1
3.
Dandang
1
4.
Timbangan
1
5.
Sendok
2
6.
Pisau
1
7.
Talenan
1
8.
Blender
1

Tabel 3.2.4. Bahan Pada Pembuatan Nugget Tempe Kacng Tanah
No.
Bahan
Jumlah
1.
Tempe Kacang Tanah
250 g
2.
Telur
2 butir
3.
Tepung Pamir
100 g
4.
Tepung Kanji
100 g
5.
Lada Bubuk
7 gram
6.
Bawang Merah
4 siung
7.
Bawang Putih
3 sung
8.
Royco
7 gram
9.
Sasa
0,2 gram
10.
Platik
1 pack

3.3. Variasi Perlakuan Pada Uji Sensori Tempe Kacang Tanah Goreng
Tabel 2.3. Perlakuan Pada Pembuatan Tempe Kacang Tanah
Parameter
Perlakuan
Konsentrasi Ragi
1 gram
2 gram


3.4. Proses Pembuatan Tempe Kacang Tanah

   
3.5 Alat dan Bahan Pembuatan Nugget
Tabel 3.3. Alat Pada Pembuatan Nugget Tempe Kacang Tanah
No.
Alat
Jumlah
1.
Baskom
1
2.
Kompor
1
3.
Dandang
1
4.
Timbangan
1
5.
Sendok
2
6.
Pisau
1
7.
Talenan
1
8.
Blender
1

Tabel 4.3.  Bahan Pada Pembuatan Nugget Tempe Kacng Tanah
No.
Bahan
Jumlah
1.
Tempe Kacang Tanah
250 g
2.
Telur
2 butir
3.
Tepung Pamir
100 g
4.
Tepung Kanji
100 g
5.
Lada Bubuk
7 gram
6.
Bawang Merah
4 siung
7.
Bawang Putih
3 sung
8.
Penyedap rasa
7 gram
9.
Sasa
0,2 gram
10.
Platik
1 pack

   
3.6. Proses Pembuatan Nugget Tempe Kacang Tanah

 

B.     Metode Penelitian Uji Sensori

Pada uji sensori yang dilakukan metode yang digunakan adalah uji kesukaan. Jumlah panelis sebanyak 32 orang, tempat yang digunakan adalah Laboratorium Teknologi Pangan di Surya University. Tujuannya untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap produk tempe kacang tanah dan nugget tempe kacang tanah. 

3.2. Alat dan Bahan Uji Sensori
Alat
  • Kuesioner
  • Cawan plastik
  • Nampan
  • Pena
Bahan
·         Tempe goreng:
o   Kode 205 : Tempe kacang tanah (konsentrasi ragi 1%)
o   Kode 147 : Tempe kacang tanah (konsentrasi ragi 2%)
o   Kode 155 : Tempe kedelai komersil
·         Nugget
o   Kode 118 : Nugget tempe kacang tanah (konsentrasi ragi 2%)
o   Kode 248 : Nugget tempe kedelai komersil
o   Kode 029 : Nugget ayam komersil

3.3. Proses Uji Sensori Sampel Tempe Goreng dan Nugget

 

Keterangan :
Skala hedonik
Skala numerik
Amat sangat suka
7
Sangat suka
6
Suka
5
Agak suka
4
Agak tidak suka
3
Tidak suka
2
Sangat tidak suka
1



Link Video:
Apakah readers masih bingung bagaimana caranya membuat tempe kacang tanah? Berikut video tentang proses pembuatan tempe kacang tanah. Jangan lupa like dan share ya!! Semoga bermanfaat.
Link: https://www.youtube.com/watch?v=KHK875nLpn4&feature=youtu.be